Seperti yang dilakukan petani karet di nagari Sibakur Kecamatan Tanjung Gadang.Man salah seorang petani karet di nagari berpenduduk lebih kurang 2.500 jiwa itu enggan menjual hasil sadapannya.Ia lebih memilih hasil sadapannya, ditumpuk ketimbang dijual.
Soalnya, kata ayah dua anak ini, harga karet masih belum sesuai dengan apa yang harapkan.”Harga karet masih murah.Lebih baik ditumpuk dari pada dijual,” ujarnya.
Selain banyak petani menumpuk karet hasil sadapannya, sebut Man, sebagian petani karet di daerahnya juga banyak yang tidak menderes karet miliknya.Mereka lebih memilih melakukan kerja lain dari pada menderes karet. Sebagian mereka ada yang bekerja sebagai buruh, mencari rotan dan pekerjaan lainnya yang bisa mendatang uang.
Dikatakan, sejak lebaran tahun lalu hingga sekarang harga karet masih berkisar Rp 4 ribu,- s/d Rp5 ribu per kilo. Harga itu, katanya, masih murah dibandingan sebelum jatuhnya harga karet.
Tak hanya, Man, Rudi warga Nagari Pematang Panjang Kecamatan Sijunjung juga melakukan hal yang sama. Pria yang baru saja menikah ini, masih tetap melakukan aktiftas penderesan.Hanya saja, hasil sadapannya tidak langsung di jual.
Hasil sadapan yang ia lakukan sejak beberapa bulan belakangan ini di kumpulkan. ”Kalau harga sudah naik, baru di jual,” ujarnya. Hal serupa juga di lakukan petani karet di Nagari Tanjung Kecamatan Koto VII. Parapetani karet di nagari itu, banyak yang beralih profesi. Selain beralih profesi, sebagian mereka masih ada yang melakukan aktifitas penderesan.“Sejak harga karet turun, banyak petani karet yang beralih profesi,” ujar Muharis salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Sumber Sijunjung.go.id
No comments:
Post a Comment